Thursday 17 December 2015

Rumah Itu

Rumah itu


Aku terpekur di sini. Seorang diri. Memiliki beberapa orang teman tak berarti membuatku selalu bermain dan bercanda. Berbicara saja aku jarang. Mungkin memang nasibku harus selalu berdiam sambil memperhatikan mereka yang ada di sekitarku.

Hei lihatlah betapa bahagianya dia, selalu diajak bicara, diajak jalan-jalan, dan selalu disayang. Bahkan, hari ini kulihat dia dibelikan baju baru yang kutahu itu pasti dibeli dengan harga yang tidak murah. Tubuh semampai dan proporsional yang dimilikinya memang selalu mencuri perhatian setiap orang. Beberapa hari yang lalu rumah barunya sudah berdiri. Peralatan untuk minum teh terhidang setiap sore. Kegiatan rutin yang pasti menyenangkan. Dalam rumah baru dan keluarga yang lengkap.

Keluarga lengkap yang hangat. Ibu, ayah, beserta dua anak perempuan yang cantik. Dia selalu menghampiri keluarga itu setiap datang, tanpa memperhatikanku sama sekali. Keluarga lengkap yang hangat dan bahagia. Dalam lemari itu, disimpannya baju-baju yang indah itu dengan rapi. Setiap hari pakaiannya diganti, tak lupa rambut indahnya pun disisir. Rumah besar nan lengkap itu dibersihkan dan dirapikan setiap hari.

Aku iri? Ya, sangat iri.
Keinginanku untuk menjadi seperti dia sudah tumbuh sejak dulu. Rumah yang mewah dan keluarga yang lengkap. Tak lupa bercanda dan bermain setiap hari. Namun itu dulu. Semuanya berubah saat gadis cantik itu merayakan ulang tahunnya yang kedelapan.


Rumah yang selalu dirawatnya, keluarga lengkap yang bahagia telah berpindah ke dalam kardus di gudang belakang. Dan Kini berganti dengan meja berisi komputer harga mahal hadiah ulang tahun dari orang tuanya. Terlalu banyak yang berganti dan berubah, seperti keluarga boneka Barbie itu. Namun aku, bingkai tua tempat foto bayi cantik yang imut masih setia di dinding kamar. Tak tergantikan.

No comments:

Post a Comment